Perlu
diketahui pula bahwa, kurang lebih 14
abad yang lalu telah terjadi peristiwa besar dalam sejarah perjalanan Islam,
yaitu perjalanan Nabi Muhammad saw, dari masijidil Haram di Mekkah ke masjidil
Aqsha di Palestina, yang dilanjutkan ke Sidratil Muntaha langit tingkat ke-7,
guna menghadap Allah secara langsung. Peristiwa ini lebih dikenal dengan Israa’
Mi’raj, dimana Allah telah menggambarkannya dalam Surat Al-Israa’ ayat 1.

Maha
Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al
Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar
Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. Al-Israa’ , 17:
1).
Ayat
diatas menggambarkan kemahakuasaan Allah kepada umat manusia. Allah telah
memperjalankan hamba-Nya (Muhammad saw) dari masjidil Haram di Mekkah menuju ke
masjidil Aqsha di Palestina, hanya dalam waktu 1 malam. Tentu kejadian ini
tidak dapat diterima secara akal manusia, mengingat jarak antara Mekkah dan
Palestina adalah ±1350
km. Terlebih lagi perjalanan tersebut dilanjutkan menuju ke Sidratil Muntaha,
yang terjadi pada malam itu juga. Suatu hal yang mustahil dan mengada-ada unutuk zaman saat
itu. Ketidak-mungkinan inilah yang membuat kaum kafir Quraisy menolak terhadap
peristiwa Isra’-Mi’raj Nabi, dan menganggap Nabi Muhammad saw sebagai pembohong
besar, yang pandai mengarang cerita. Karena ini adalah sesuatu yang memang
tidak mungkin dapat terjadi, jika ditelaah berdasarkan akal nyata. Disinilah
letak kemahakuasaan Allah yang Maha Mungkin jika Dia berkehendak.
Dalam
masyarakat modern, manusia lebih banyak tidak dapat menerima suatu kejadian
tanpa adanya pembuktian secara ilmiah.
Mungkin didalamnya termasuk juga peristiwa Isra’-Mi’raj. Tidak akan
mungkin terjadi dalam waktu satu malam sekalipun menggunakan alat transportasi
yang super cepat. Terlebih lagi peristiwa itu terjadi pada zaman dimana
teknologi belum sehebat zaman ini. Sehingga peristiwa ini memunculkan
pertanyaan akan kebenarannya berdasarkan kajian ilmiah.
Sebenarnya
ilmu pengetahuan alam (science), yang lebih terfokus pada cabang Fisika,
dapat memberikan penjelasan terhadap kebenaran peristiwa Israa’-Mi’raj ini.
Dipelopori oleh seorang pembaharu dibidang fisika, Albert Einstein, yang
menawarkan konsep Relativitasnya mampu memberikan gambaran ilmiah terhadap
peristiwa itu. Didalam konsep tersebut dijelaskan bahwa energi benda akan
bertambah besar seiring dengan bertambahnya massa benda dan sebanding dengan
kuadrat kecepatan cahaya (E=m.c2). Sehingga sebuah benda kecil (atom)
akan memiliki energi yang besar karena pengaruh dari kuadrat kecepatan cahaya c
(besar c= 3x 108 m/s). Hal inilah yang melahirkan bom pembunuh
massal, seperti yang terjadi di Nagasaki dan Hiroshima, Jepang 1945. Seiring
dengan perkembangannya, teori relativitas ini menghadirkan konsep kenisbian
waktu, atau yang lebih dekenal dengan dilatasi waktu. Didalam teori ini
diterangkan bahwa sebuah benda yang berada dalam ruang yang bergerak dengan
kecepatan mendekati atau sama dengan kecepatan cahaya akan memiliki usia jauh
lebih panjang, dibandingkan dengan benda lain yang berada dalam ruang atau
dimensi waktu bumi. Kebenaran teori ini telah dibuktikan oleh Frisch
dan Smith, dengan melakukan pengukuran terhadap partikel muon
yang datang ke bumi sebagai salah satu partikel kosmik. Partikel yang
bergerak dengan kelajuan lebih besar akan mempunyai usia lebih panjang
dibandingakan dengan partikel muon yang bergerak dengan kelajuan lebih
rendah. Perbedaan usia oleh teori dilatasi waktu diungkapkan secara matematis
dengan 1–(v2/c2) =(Dt/Dt’)2.
Dari persamaan ini terlihat bahwa jika benda dengan kecepatan v bergerak
sama dengan kecepatan cahaya, maka akan menyebabkan perbedaan waktu Dt’ bernilai tak berhingga (unlimited).
Artinya perbedaan waktu terukur antara waktu bumi dengan waktu benda dalam
kecepatan cahaya sangat besar atau tak dapat teramati. Lebih jelasnya, pahami
argumen berikut. Seseorang, misal A, berada dalam pesawat yang bergerak dengan
kecepatan 0,75c. Ketika itu ia berusia 20 tahun. Maka 10 tahun kemudian
berdasarkan kita yang berada di bumi usia A adalah 30 tahun. Tetapi tidak
menurut A. Berdasarkan perhitungan rumus dilatasi waktu diatas akan diperoleh Dt sebesar 6,6 tahun. Ini menunjukkan
bahwa menurut A, usianya bukan 30 tahun, tetapi 26,6 tahun lebih muda 3,4
tahun. Nah bagaimana jika A berada dalam pesawat yang bergerak mendekati
kecepatan cahaya atau bahkan melebihi kecepatan cahaya. Tentu ini akan
membuatnya semakin lebih muda.
Demikianlah
kiranya Allah memperjalankan hamba-Nya dari tempat-tempat yang terpisah dengan
jarak yang tidak dekat, hanya dalam tempo satu malam, yang menurut kita tidak
mungkin. Ini menunjukkan kepada kita akan kemahakuasaan Allah yang menggenggam
langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya. Ingatlah bahwa satu hari
disisi Allah adalah 1000 tahun menurut perhitungan kita (manusia).

Sesungguhnya
sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu (QS.
Al-Hajj: 47). Ayat ini memberitahukan pada kita bahwasannya, suatu perjalanan
yang membutuhkan waktu 1000 tahun bagi kita, bagi Allah hanya dapat dilakukan
dalam satu hari saja. Dari sini dapat dianalogikan berdasarkan teori deret
matematika, bahwa seharusnya jarak tempuh antara Mekkah dan Palestina
membutuhkan waktu 3-5 hari bagi kita, maka bagi Allah cukup beberapa detik
saja.
Teorema
diatas mengungkapkan teori relativitas dalam dimensi waktu. Nah, bagaimana
dalam kajiannya terhadap jarak tempat yang teramat jauh (±1350 km).
Adanya dilatasi waktu yang dipengaruhi oleh gerak relatif, akan berpengaruh
juga pada pengukuran panjang (jarak). Peristiwa pengerutan panjang ini disebut
dengan kontraksi Lorentz, yang dirumuskan dengan 1
– (v2/c2) = (L’/L)2. Dengan demikian jika A
(contoh diatas) menempuh jarak 1000 km dalam pandangan kita, maka menurutnya ia
telah menempuh jarak 660 km, lebih dekat 340 km.
Dalam
bahasan lain, yaitu pada toeri Matrik dan Ruang Vektor, dijelaskan
bahwa, sebuah benda yang berada pada ruang 3 jika ia merentang di ruang 4, maka
benda tersebut dapat teramati oleh pengamat yang berada di ruang 4. Tetapi
pengamat yang berada diruang 3 tidak dapat mengamati benda yang berada di ruang
4. Manusia yang hidup pada dimensi 4 (dimensi ruang dan waktu) tidak mungkin
dapat membuat benda untuk ditempatkan pada ruang 5, tetapi manusia bisa membuat
benda 3D, 2D, atau 1D. Demikianlah Allah yang menguasai segala ruang dimensi
alam semesta (langit dan bumi), sanggup melihat dan mengetahui apa-apa yang ada
didalamnya.

Tuhan
(yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka
sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (QS.
Maryam: 65).
Dari
sajian diatas, akan menimbulkan pertanyaan baru dalam hati manusia yang belum
puas terhadap peristiwa Isra’-Mi’raj. Mereka akan beranggapan bahwa, Tuhan
(baca Allah) berada dalam ruang yang bergerak dengan kecepatan yang melebihi
kecepatan cahaya. Argumen ini mungkin benar jika mengacu pada teori relativitas
Einstein. Akan tetapi tentang keberadaan-Nya, hanya Dialah yang Maha
Mengetahui. Dalam kajian waktu, ada tiga katagori pengelompokan waktu, yaitu past,
present, dan future (masa lalu, sekarang dan masa akan datang).
Sebagai orang muslim tentu kita sepakat bahwasannya Allah menguasai tiga
keadaan waktu tersebut. Dialah Allah yang mengetahui masa lampau, sekarang dan
masa yang akan datang. …….Dan Allahlah yang Maha Mengetahui, dan
kamu tidak mengetahui (QS. Al-Baqarah: 232)
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa, peristiwa Isra’-Mi’raj dapat diterima
kebenarannya bedasarkan kajian ilmiah (Fisika). Dialah Allah yang maha
mungkin, dan Maha Pintar dalam segala urusan. Dan apa-apa yang telah dituduhkan
oleh orang-orang kafir terhadap Rasulullah saw hanyalah sebuah olok-olokan guna
menjatuhkan Nabi.
Peristiwa
Isra’-Mi’raj, selain menunjukkan tanda-tanda Kemahakuasaan Allah SWT, juga
mengandung hikmah yang sangat besar yang dapat menguji kekuatan iman seseorang.
Bukan hanya sekedar menyakini peristiwa tersebut dengan melakukan perayaan besar!
Tetapi lebih dari itu. Pengamalan dari apa yang dibawa Rusulullah saw
dalam peristiwa itu, (:perintah sholat), haruslah ditegakkan diatas
amalan-amalan lain. Betapa pentingnya ibadah sholat sehingga Allah
langsung menyampaikannya kepada Nabi secara langsung, tanpa melalui perantara
malaikat Jibril as dalam peristiwa Isra’-Mi’raj. Bahkan setiap muslim dapat
mengalami Mi’raj ketika ia sholat. Karena sholat adalah amal ibadah yang
memberi kesempatan kepada kita untuk menanggalkan sifat kemanusiaan kita, menghadapkan
hati dan pikiran kita hanya kepada Allah. Tentu saja bukan bertemu secara
fisik, melainkan melihat dengan mata hati serta merasakan kehadiran-Nya secara
intuitif. Orang bijak selalu mengingatkan pada kita, bahwa setiap orang islam
harus bersyahadat minimal 9 kali dalam sehari. Syahadat dalam hal ini bukan
hanya membacanya 9 kali tanpa melakukan ibadah lain. Ingat, bahwa di dalam
sholat kita selalu besyahadat disetiap tahiyat, dan dalam 5 waktu sholat (dalam
sehari) terdapat 9 kali syahadat. Nah, inilah yang dimaksud. Jadi bukan sekedar
membaca 2 kalimat syahadat, tetapi seorang muslim haruslah mengerjakan sholat 5
kali dalam sehari, Ashar, Manghrib, Isya’, Subuh, dan Dhuhur.
Untuk
itu marilah kita sandarkan hati kita pada nilai keimanan yang sesungguhnya,
dengan berupaya menegakkan risalah yang disampaikan Nabi kepada kita ummat
Islam, termasuk didalamnya menegakkan sholat dalam keseharian kita, karena
sholat adalah tiang agama, dan amalan yang akan dihisab pertama kali. Sehingga
kita tidak hanya tersibukkan untuk melakukan perayaan Isra’-Mi’raj dan
mengabaikan makna (sholat) yang terkandung dalam peristiwa itu. Hanya
dengan tegaknya Daulah Islamiyah, kebahagian dunia dan akhirat dapat
tercapai. Insya Allah !!!
----- *** -----
Amin
BalasHapusterima kasih banyak, artikelnya bagus sekali, banyak informasi yang didapat.
BalasHapusBanyak orang terjebak dalam memahami hal itu dengan apa yang dia pikirkan tanpa memahami hakikatnya.... Bahkan kaum konservatif sll menolak Hakikat Ilmu pengetahuan......
BalasHapusMohon ijin copy paste artikel buat ilmu tambahan....
makasih semuanya yang sudah komen... semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan tuk mempertebal keimanan atas KEMAHAKUASAAN ALLAH....
BalasHapusApa artikel ini berusaha untuk membenarkan peristiwa isra'-mi'raj dengan menggunakan teori relativitas?
BalasHapusartikelnya bagus, mohon izin copy paste ya,buat nambahan pengetahuan.
BalasHapusAlhmdulillah nambah ilmu, trmksh Insaalah bakal lebih lengkap pabila di tambah dgn kajian Ilmu Kasyafiah(Ulama Mukasyafah)krn ternyata Agama Islam itu sgt Logik/rasional sekaligus ini menunjukan kpd kita bahwa Islam Bukan Agama Dogmatis tetapi Agama yg Logis,,,"Allah SWT menciptakan akal tdk mungkin Aturannya bertentangan dgn Akal". yg menjadi mslh adalah kedangkaln akal/Ilmu kita yg msh terbatas utk membuka Tabir itu semua.
BalasHapusTerimakasih akhi postingannya sangat bermanfaat.
BalasHapus